Saat mendekati detik-detik ujian masuk perguruan tinggi maka kotak
email di jejaring sosial saya akan penuh dengan pertanyaan “Bagaiamana
caranya masuk fakultas kedokteran?”. Semakin tahun, pendaftar yang
memilih fakultas kedokteran sebagai bidang studi
bukannya semakin berkurang malah terus bertambah. Padahal gosip
mahalnya biaya pendidikan kedokteran terus saja santer terdengar. Bukan
hanya puluhan juta malah
bahkan ada yang ratusan juta. Entah darimana gosip tersebut terus
berkembang hingga muncul pemikiran tersendiri bahwa hanya orang kaya
saja yang bisa masuk ke fakultas bergengsi tersebut.
Terlepas dari berbagai pemikiran di atas, kerap kali saya selalu
menanyakan kembali kepada calon mahasiswa tersebut, “Kenapa ingin jadi
dokter?”. Pertanyaan sederhana yang membuat mereka berpikir bahwa
menjadi dokter bukan sekadar gaya-gayaan masuk ke fakultas
bergengsi atau sekadar membanggakan orang tua. Bukan itu. Menjadi dokter
adalah panggilan jiwa yang tidak hanya membutuhkan hati yang bersih
tetapi juga otak yang mumpuni. Menjadi dokter bukan sekadar sanggup
membayar “uang masuk” namun juga harus kuat “isi
otaknya” bersaing secara sehat dengan pelajar hebat lainnya. Bahwa
benar Indonesia hingga saat ini masih membutuhkan dokter karena total
jumlah dokter hanya 110.000 dengan rasio 1:3.000 penduduk*. Namun bukan
berarti 72 fakultas kedokteran yang ada di Indonesia harus selalu
diserbu peminat hanya karena negeri kita masih butuh dokter. Apalah arti
banyak fakultas kedokteran jika lulusan dokter terus berkurang mutunya
karena “isi otak” yang kurang dibandingkan “isi dompet”.
Isi otak dan isi hati berperan penting dalam pembelajaran menjadi dokter
yang handal karena perjalanan menjadi dokter bukan perjalanan singkat
seperti fakultas lain. Wajar kiranya karena dokter berhadapan dengan
manusia yang mempunyai hati juga. Kesembuhan tidak saja bergantung dari
kepintaran seorang dokter tetapi ditunjang oleh etika dan tata krama
seorang dokter menghadapi pasien. Dua hal inilah yang sekiranya perlu
dipikirkan ulang oleh calon mahasiswa kedokteran. Sudah siapkah
menghabiskan waktu minimal
enam tahun untuk selalu belajar, jatah tidur berkurang bahkan mental
diuji selalu karena berhadapan dengan pasien gawat? Sudah siapkah
mengurangi jatah bermain dan hidup enak? Bahkan jauh perlu dipikirkan
jika menjadi dokter karena tulus mengabdikan diri, sudah siapkah bekerja
di daerah terpelosok dan bukan hanya menjadi dokter di perkotaan? Jika
anda berpikir hidup menjadi dokter itu bergelimang harta karena
pasiennya banyak, maka anda saya sarankan untuk berpindah haluan dari
awal. Banyak hal sebenarnya yang harus dipikirkan ulang ketika ingin
menjadi dokter. Bukan hanya karena dipaksa orang tua yang ingin anaknya
menjadi dokter. Jangan sampai sudah masuk namun keluar lagi lantaran
“otak” dan “mental” yang tidak kuat. Hal ini jujur saya alami ketika
melihat teman seperjuangan yang akhirnya memutuskan keluar dari fakultas
kedokteran di tahun kedua hanya karena dua alasan tersebut.
Jika beragam pertanyaan tadi sudah dapat dijawab maka saya dengan bangga
mempersilahkan adik-adik mendaftarkan diri ke fakultas kedokteran.
Adapun menjawab berbagai gosip mahalnya biaya pendidikan kedokteran maka
saya bagikan tips sukses masuk fakultas kedokteran.
1. Belajar sangat rajin dan berdoa tiada henti serta selalu mohon restu
orang tua. Melewati passing grade fakultas kedokteran suatu universitas
bukan hal mudah apalagi harus bersaing dengan pelajar hebat se-Indonesia sehingga butuh belajar luar biasa. Buktikan otak anda memang pantas untuk menerima ilmu kedokteran.
2. Uji coba hasil belajar anda sebanyak mungkin dengan makin sering
mengikuti try out dengan beragam pilihan fakultas kedokteran dari
beragam universitas.
3. Cari info sebanyak mungkin tentang fakultaas kedokteran yang ingin
dimasuki termasuk rangkaian ujian menuju kesana. Jika lolos melalui
SMPTN maka lebih baik. Jangan mudah menyerah dan percaya begitu saja
“kata orang” terkait pembiayaan masuk di suatu fakultas kedokteran.
Semua hal terkait biaya masuk dan SPP dapat ditanyakan melalui nomer
telepon fakultas yang bersangkutan.
4. Siapkan mental ketika
mendapatkan pengumuman tidak lolos ke Fakultas Kedokteran suatu
Universitas Negeri. Buka hati dan cari kembali informasi terkait “Ujian
Masuk Khusus” di setiap universitas karena hampir sebagian besar
universitas membuka jalur “khusus”. Jangan mudah percaya ketika ada
gosip “uang masuk sangat mahal” sebelum anda benar-benar mengecek
kebenarannya. Bahkan kalau perlu main langsung ke universitas yang
dicita-citakan agar mendapatkan informasi yang benar.
5. Jangan senang dulu ketika sudah lolos ujian masuk khusus karena setelah itu akan ada
uji kesehatan, wawancara dan psikotest. Persiapkan bekal berupa beragam
sertifikat keahlianmu agar mendapat nilai plus ketika menjalani
serangkaian tes lanjutan tersebut.
Dan yang terakhir…tidak menjadi dokter bukan berarti dunia runtuh dan
enggan melanjutkan kuliah. Tetap lanjutkan hidup anda dan timbalah ilmu
lain. Jika anda memang sangat ingin dan harus menjadi dokter maka coba
lagi ujian tahun berikutnya namun pasang target bahwa anda tidak boleh
membuang waktu lebih dari dua tahun hanya karena harus menjadi dokter.
Pikirkan total waktu yang harus dihabiskan untuk belajar menjadi dokter
dapat mencapai 10 tahun ditambah masa penantian anda. Jurusan sukses
bukan halkedokteran karena di luar sana masih banyak jurusan yang
menjanjikan kehidupan lebih baik dan nyaman dibandingkan menjadi seorang
dokter. Satu hal lagi, anda tidak mungkin menjadi kaya dengan menjadi
dokter! Anda menjadi kaya karena anda menghargai orang lain dan itu
dapat anda lakukan di semua fakultas!
salam damai
dr.Hafiidhaturrahmah
Berjuang hampir 7,5 tahun untuk menjadi dokter karena berprinsip “lebih
lama, lebih baik”. ebih banyak belajar bersama pasien membuat hati
terasah dan lebih dapat menghargai perbedaan ketika nantinya benar-benar
terjun di lapangan. Bekerja di pedalaman Sumba, Kalimantan Timur dan
saat ini mengabdikan diri sebagai Pencerah Nusantara bersama Suku
Tengger di Bromo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar